Hingga hari ini, baik Ferdy Sambo maupun Putri Candrawathi masih bersikukuh bahwa terjadi pelecehan yang dilakukan oleh mendiang Brigadir J. Hal ini juga diungkapkan oleh Putri Candrawathi dalam persidangan bahwa dirinya menjadi korban pemerkosaan oleh Brigadir J. Apa dampaknya bagi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi jika keduanya tetap bersikeras mempertahankan isu pemerkosaan dalam kasus yang menjeratnya?
Menurut pakar hukum pidana Ahmad Suparji menilai konsistensi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi mempertahankan isu pemerkosaan dalam kasus pembunuhan Brigadir J berpotensi memberatkan hukuman. “Soal untung dan rugi tetap dalam konteks ini tentunya alasan memberatkan atau kemudian meringankan, maka tentunya ini akan kembali kepada majelis hakim, bisa justru sebaliknya,” ucap Ahmad Suparji dalam keterangannya di Sapa Indonesia Pagi KOMPAS TV, Jumat (23/12/2022). “Sebaliknya dalam arti apa, kalau ternyata malah membikin rumit persoalan, membikin rumit perkara ini, maka justru akan semakin memberatkan,” lanjut dia.
Apalagi dalam konsistensi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi mempertahankan isu pemerkosaan untuk tewasnya Yosua tidak ada pembuktian. Selain itu, laporan yang sempat dibuat oleh Putri Candrawathi ke Polres Metro Jakarta Selatan sudah dihentikan. Sebagaimana diketahui, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi bersama Bharada E, Ricky Rizal dan Kuat Maruf didakwa dengan pasal pembunuhan berencana.
Ahmad Suparji melanjutkan, dalam konteks ini, tidak ada proses pembuktian tentang pelecehan seksual atau perkosaan apalagi perkara tadi laporannya juga sudah dihentikan, jadi mestinya ini yang menjadi pertimbangan. “Meskipun memang berharap ada sebuah upaya untuk meringankan dalam rangka apa, bahwa ini dilakukan secara manusiawi sebagai sebuah reaksi. Tetapi lagi lagi rasionalitasnya reaksi tadi akan dinilai dan berdasarkan bukti bukti yang ada.” Saksi ahli pidana Mahrus Ali mengatakan seorang korban tidak harus melakukan visum untuk membuktikan adanya peristiwa pelecehan seksual.
Hal tersebut dikatakan Mahrus Ali saat dihadirkan sebagai saksi ahli meringankan untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, Kamis (22/12/2022). "Jangan disimpulkan kalau korban tidak melakukan visum tidak terjadi kejahatan (kekerasan seksual), kenapa? Karena gini Yang Mulia, dalam perspektif victimology korban kekerasan seksual itu tidak semuanya punya keberanian untuk melapor, banyak faktor," tutur Mahrus. "Artinya apa betul kalau tidak ada visum itu kemudian itu menyulitkan pembuktian, tapi tidak menyatakan kalau kejahatan tidak terjadi, karena apa?
"Karena banyak sekali alat bukti yang bisa diarahkan, apa? Psikologi bisa menjelaskan itu, apa contohnya?" "Orang yang diperkosa pasti mengalami trauma, ga ada setelah diperiksa itu ketawa tawa ga ada, maka gimana cara membuktikan? Hadirkan saksi psikologi untuk menjelaskan itu, saya tidak punya kompeten soal itu," tandas Mahrus. Lalu apakah pernyataan Mahrus Ali benar adanya?
Mantan hakim Asep Iwan Iriawan menanggapi pernyataan Mahrus Ali. Menurut Asep Iwan Iriawan yang juga seorang Pakar Hukum Pidana, kasus perkosaan itu harus dibuktikan oleh visum. Apalagi dalam hal ini korbannya adalah seorang istri pejabat tinggi polri, yakni Mantan Kadiv Propam Polri.
Dosen Universitas Trisakti ini juga mengatakan, Putri Candrawathi juga adalah seorang dokter yang memiliki pendidikan tinggi. "Perkosaan itu harus dengan visum! Tidak bisa dengan ahli," kata Asep dilansir dari Kompas TV, Jumat (23/12/2022). "Bayangkan kalau seorang cewek luka, robek (karena pemerkosaan), diperiksa sama ahli. Kalau ahli, nanti A bilang robeknya segitiga, B segiempat, ngawur. Sekali lagi, kalau perkosaan itu standarnya visum, karena ada sesuatu di situ," jelas dia.
Ia lalu heran kenapa Mahrus Ali malah membahas pemerkosaan, bukan pembunuhan yang ada dalam dakwaan. "KUHP itu azas legalitas, itulah yang dibuktikan dengan unsur, jangan mmembuktikan motif. Kalau motif itu lain, itu untuk mempertimbangkan berat ringannya hukuman," kata Asep Iwan Iriawan. Dalam sidang Mahrus Ali juga menyebut peristiwa kekerasan seksual kerap terjadi di ruang pribadi sehingga minim bukti.
Menurutnya tak sedikit korban pemerkosaan yang takut melapor. Menanggapi hal itu, Asep Iwan Iriawan setuju bahwa sebagian besar korban pemerkosaan pasti tidak memiliki keberanian untuk malapor. Namun menurut Asep hal tersebut tak seharusnya terjadi kepada Putri Candrawathi yang merupakan istri dari Ferdy Sambo.
"Misalnya cleaning service diperkosa direktur pasti tidak akan berani melapor. Pertanyaan sederhana, yang diperkosa, dibantai, dibanting itu jabatannya apa? istri siapa?," kata dia. Asep Iriawan mengatakan, dalam kasus ini korban dugaan pemerkosaan yakni seorang istri dari polisinya polisi, yang korban juga memiliki pendidikan tinggi dan merupakan seorang dokter gigi. "Harusnya dokter lebih mengerti karena standarnya kan begitu. Orang kecil itu kalau mengalami perkosaan pasti standarnya ke puskesmas, apalagi ini seorang istri jenderal, berpendidikan tinggi, berpengalaman," beber dia.
Selain itu, kata dia, pascakejadian Putri Candrawathi yang disebut sebut trauma itu juga masih bisa melakukan beberapa kegiatan bahkan meminta suaminya untuk tidak perlu khawatir dan melarang melapor ke kantor polisi terdekat. "Kok lucu gitu, ini perbuatan melawan hukum yang harusnya dengan proses hukum, malah dilakukan dengan perbuatan melawan hukum. Dan sekarang mau dibenarkan," kata dia. Meski begitu, Asep Iriawan pun setuju bahwa tidak adanya visum bukan berarti tidak terjadi kekerasan seksual.
"Tapi kalau seorang yang punya pangkat, derajat, status, dia penegak hukum, tidak melakukan proses hukum, saya harus belajar hukum di mana lagi?," geramnya. Ia pun mengkritisi kesaksian ahli yang malah justru membahas perkosaan, bukan pembunuhan. "Ngapain cerita perkosaan orang dakwaannya pembunuhan kok. Kalau betul itu perkosaan tidak ada bukti cuma dengan ahli, ya silahkan diproses. Makanya enggak salah kalau Bareskrim SP3 kan, karena enggak ada bukti," katanya.
Asep Iwan Iriawan juga mengatakan bahwa sebaiknya laat bukti perkosaan itu tidak menggunakan keterangan ahli. "Alat bukti tadi (perkosaan) jangan menggunakan keterangan ahli, kalau para ahli menjelaskan perkosaan saya bingung, ahli apa? Ahli perkosaan yang menjelaskan? Sekolah dong yang bener ah," tandasnya.